Setahun
sudah Jokowi dan Basuki memimpin DKI Jakarta, berbagai terobosan dan program
pro rakyat telah dilaksanakan sebagaimana janji kampanye mereka tahun lalu.
Persoalan kemacetan telah dijawab dengan dilanjutkannya proyek MRT dan Monorel
serta penambahan armada Trans Jakarta, penataan terhadap beberapa lokasi pun
telah dilakukan seperti Tanah Abang, Pasar Gembrong dan lain-lain.
Banjir telah
diantisipasi dengan revitalisasi beberapa waduk, perbaikan pintu air dan
pembangunan sumur resapan di berbagai lokasi. Keberpihakan
kepada masyarakat miskin pun telah ditunjukkan dengan Kartu Jakarta Sehat dan Kartu
Jakarta Pintar, serta relokasi yang manusiawi dari warga yang digusur ke
rusun-rusun yang telah disiapkan. Budaya Betawi kini diperkuat melalui berbagai
festival hingga kewajiban menggunakan pakaian Betawi di hari Jumat bagi PNS di
Pemprop DKI Jakarta.
Reformasi
birokrasi telah dimulai dengan lelang jabatan untuk tingkat Camat dan Lurah
dengan tujuan mendapatkan the right man in the right place, dan akan terus
dievaluasi sehingga nantinya birokrasi yang melayani dapat terwujud. Sentuhan
tahun pertama untuk keindahan kota DKI Jakarta adalah taman-taman yang lebih
rimbun dan tertata, perbaikan dan pelebaran trotoar, pengurangan billboard di
lokasi-lokasi yang tidak seharusnya, pengecetan tembok-tembok fly over dan
sebagainya.
Setahun
bukanlah waktu yang panjang untuk merealisasikan berbagai program, sehingga
keberhasilan Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2012-2017 ini patut
diapresiasi, dan perlu didukung dengan masukan konstruktif terhadap hal-hal
yang masih belum atau terlambat terealisir, salah satunya adalah menyangkut
persoalan kebakaran yang kerap melanda perkampungan-perkampungan di Ibu Kota
tercinta ini.
Jokowi
pernah mencanangkan Pawang Geni sebagai salah satu solusi penanggulangan bahaya
kebakaran di kampung-kampung dengan akses yang sempit. Dengan ukurannya yang
kecil, Pawang Geni diharapkan mampu menjangkau dengan cepat pusat kebakaran
meskipun berada di gang yang sempit, oleh karena itu rencananya pemadam
kebakaran mini ini akan dibagikan ke setiap pemukiman padat penduduk di DKI
Jakarta.
Namun hingga saat ini kita belum mendengar
atau menyaksikan bagaimana aksi Pawang Geni dalam beberapa kebakaran yang
terjadi akhir-akhir ini. Kebakaran di Jakarta adalah musibah yang berulang dari
tahun ke tahun, padatnya penduduk di beberapa wilayah dan instalasi listrik yang
semrawut adalah pangkalnya sedangkan ujungnya adalah kondisi hidran yang tidak
laik. Jadi proses pencegahan harus
melibatkan PLN untuk menertibkan sambungan ilegal dan merapikan serta
merevitalisasi seluruh jaringan kabelnya, bahkan jika mungkin kelak seluruh
instalasi listrik ditempatkan di bawah tanah. Meski membutuhkan biaya yang
tidak sedikit, tapi tentu hal tersebut tidak seberapa dibanding penderitaan ribuan
warga korban kebakaran secara kuantitatif maupun kualitatif.
Jika kita
simak dengan baik, hampir di setiap kebakaran yang terjadi di DKI Jakarta
muncul keluhan soal hidran yang tidak berfungsi, penyebab sesungguhnya bukanlah
hidran yang rusak tapi sumber air yang tidak memadai karena masih mengandalkan
PDAM, padahal tekanan airnya bisa kita rasakan sendiri di rumah yaitu sangat
lemah dan sering mati. Jadi cukup aneh apabila DKI Jakarta sampai saat ini masih
mengandalkan sumber air dari PDAM untuk keperluan hidran.
Alternatifnya adalah penggunaan
sumber air tersendiri untuk hidran, penambahan
jumlah hidran kering agar selang petugas Damkar dapat mencapai daerah dengan
akses jalan yang sempit, penambahan jumlah tendon dan tangki air untuk Damkar,
serta solusi berupa unit Pawang Geni (motor pemadam) yang dapat bergerak lebih cepat
di pemukiman padat penduduk sebagaimana pernah dicanangkan Jokowi di awal masa
menjabatnya juga merupakan salah satu solusi yang baik. Sayang pemberitaan
tentang distribusi dan tingkat efektivitas Pawang Geni tidak segencar wacana
awalnya.
Motor
pemadam ini seharusnya diprioritaskan untuk daerah rawan kebakaran dan
didistribusikan kepada RT-RW dengan jumlah yang proporsional sesuai kepadatan
penduduknya. Selain itu DKI Jakarta juga perlu menambah jumlah petugas Pemadam
Kebakaran yang saat ini hanya memiliki sekitar 3.100 petugas itupun separuhnya
adalah pegawai tidak tetap dan tidak seluruhnya merupakan petugas lapangan.
Idealnya per
10.000 penduduk terdapat minimal 1 unit mobil pemadam kebakaran lengkap dengan
6 petugas, maka dengan jumlah penduduk DKI Jakarta 9.600.000 orang saat ini seharusnya
Ibu Kota RI ini memiliki minimal 960 unit mobil pemadam kebakaran yang
dilengkapi 5.760 petugas pemadam kebakaran lapangan. Jadi memang kondisi saat
ini masih sangat jauh dari ideal, apalagi penggunaan tenaga tidak tetap yang
tentu akan berkorelasi pada kinerja dan moral petugas.
Pemprop DKI
Jakarta juga seharusnya menganggarkan lebih banyak porsi untuk penyediaan dan
perawatan APAR di setia RT, khususnya di daerah yang sudah diidentifikasi rawan
kebakaran dan melakukan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat di daerah
tersebut mengenai upaya-upaya pencegahan dan apa yang harus dilakukan saat
kebakaran terjadi sehingga dapat membantu kerja-kerja petugas pemadam kebakaran.
Edukasi
tentang bahaya instalasi listrik ilegal, penggunaan listrik yang aman,
penggunaan kompor yang aman dan tindakan awal saat kebakaran terjadi seperti
menghubungi petugas, tidak menumpuk barang-barang di jalan menuju lokasi
kebakaran atau tidak berkerumun di sepanjang jalan menuju lokasi kebakaran
adalah hal-hal yang harus ditanamkan kepada warga yang tinggal di daerah padat
penduduk, bahkan dapat diintegrasikan dalam pelajaran di sekolah sehingga
anak-anak di daerah rawan kebakaran akan memiliki kesadaran yang lebih mengenai
pencegahan bahaya kebakaran dan apa yang harus dilakukan saat kebakaran terjadi.
Eddy
Setiawan, Peneliti Institut Kewarganegaraan Indonesia
No comments:
Post a Comment