Thursday, October 17, 2013

Setahun Karya Jokowi Ahok: Apa Kabar Pawang Geni?

Setahun sudah Jokowi dan Basuki memimpin DKI Jakarta, berbagai terobosan dan program pro rakyat telah dilaksanakan sebagaimana janji kampanye mereka tahun lalu. Persoalan kemacetan telah dijawab dengan dilanjutkannya proyek MRT dan Monorel serta penambahan armada Trans Jakarta, penataan terhadap beberapa lokasi pun telah dilakukan seperti Tanah Abang, Pasar Gembrong dan lain-lain. 

Banjir telah diantisipasi dengan revitalisasi beberapa waduk, perbaikan pintu air dan pembangunan sumur resapan di berbagai lokasi. Keberpihakan kepada masyarakat miskin pun telah ditunjukkan dengan Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar, serta relokasi yang manusiawi dari warga yang digusur ke rusun-rusun yang telah disiapkan. Budaya Betawi kini diperkuat melalui berbagai festival hingga kewajiban menggunakan pakaian Betawi di hari Jumat bagi PNS di Pemprop DKI Jakarta.

Reformasi birokrasi telah dimulai dengan lelang jabatan untuk tingkat Camat dan Lurah dengan tujuan mendapatkan the right man in the right place, dan akan terus dievaluasi sehingga nantinya birokrasi yang melayani dapat terwujud. Sentuhan tahun pertama untuk keindahan kota DKI Jakarta adalah taman-taman yang lebih rimbun dan tertata, perbaikan dan pelebaran trotoar, pengurangan billboard di lokasi-lokasi yang tidak seharusnya, pengecetan tembok-tembok fly over dan sebagainya.

Setahun bukanlah waktu yang panjang untuk merealisasikan berbagai program, sehingga keberhasilan Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2012-2017 ini patut diapresiasi, dan perlu didukung dengan masukan konstruktif terhadap hal-hal yang masih belum atau terlambat terealisir, salah satunya adalah menyangkut persoalan kebakaran yang kerap melanda perkampungan-perkampungan di Ibu Kota tercinta ini.
Jokowi pernah mencanangkan Pawang Geni sebagai salah satu solusi penanggulangan bahaya kebakaran di kampung-kampung dengan akses yang sempit. Dengan ukurannya yang kecil, Pawang Geni diharapkan mampu menjangkau dengan cepat pusat kebakaran meskipun berada di gang yang sempit, oleh karena itu rencananya pemadam kebakaran mini ini akan dibagikan ke setiap pemukiman padat penduduk di DKI Jakarta.

Namun hingga saat ini kita belum mendengar atau menyaksikan bagaimana aksi Pawang Geni dalam beberapa kebakaran yang terjadi akhir-akhir ini. Kebakaran di Jakarta adalah musibah yang berulang dari tahun ke tahun, padatnya penduduk di beberapa wilayah dan instalasi listrik yang semrawut adalah pangkalnya sedangkan ujungnya adalah kondisi hidran yang tidak laik.  Jadi proses pencegahan harus melibatkan PLN untuk menertibkan sambungan ilegal dan merapikan serta merevitalisasi seluruh jaringan kabelnya, bahkan jika mungkin kelak seluruh instalasi listrik ditempatkan di bawah tanah. Meski membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tapi tentu hal tersebut tidak seberapa dibanding penderitaan ribuan warga korban kebakaran secara kuantitatif maupun kualitatif.

Jika kita simak dengan baik, hampir di setiap kebakaran yang terjadi di DKI Jakarta muncul keluhan soal hidran yang tidak berfungsi, penyebab sesungguhnya bukanlah hidran yang rusak tapi sumber air yang tidak memadai karena masih mengandalkan PDAM, padahal tekanan airnya bisa kita rasakan sendiri di rumah yaitu sangat lemah dan sering mati. Jadi cukup aneh apabila DKI Jakarta sampai saat ini masih mengandalkan sumber air dari PDAM untuk keperluan hidran. 

Alternatifnya adalah penggunaan sumber air tersendiri untuk hidran, penambahan jumlah hidran kering agar selang petugas Damkar dapat mencapai daerah dengan akses jalan yang sempit, penambahan jumlah tendon dan tangki air untuk Damkar, serta solusi berupa unit Pawang Geni (motor pemadam) yang dapat bergerak lebih cepat di pemukiman padat penduduk sebagaimana pernah dicanangkan Jokowi di awal masa menjabatnya juga merupakan salah satu solusi yang baik. Sayang pemberitaan tentang distribusi dan tingkat efektivitas Pawang Geni tidak segencar wacana awalnya.

Motor pemadam ini seharusnya diprioritaskan untuk daerah rawan kebakaran dan didistribusikan kepada RT-RW dengan jumlah yang proporsional sesuai kepadatan penduduknya. Selain itu DKI Jakarta juga perlu menambah jumlah petugas Pemadam Kebakaran yang saat ini hanya memiliki sekitar 3.100 petugas itupun separuhnya adalah pegawai tidak tetap dan tidak seluruhnya merupakan petugas lapangan.

Idealnya per 10.000 penduduk terdapat minimal 1 unit mobil pemadam kebakaran lengkap dengan 6 petugas, maka dengan jumlah penduduk DKI Jakarta 9.600.000 orang saat ini seharusnya Ibu Kota RI ini memiliki minimal 960 unit mobil pemadam kebakaran yang dilengkapi 5.760 petugas pemadam kebakaran lapangan. Jadi memang kondisi saat ini masih sangat jauh dari ideal, apalagi penggunaan tenaga tidak tetap yang tentu akan berkorelasi pada kinerja dan moral petugas.

Pemprop DKI Jakarta juga seharusnya menganggarkan lebih banyak porsi untuk penyediaan dan perawatan APAR di setia RT, khususnya di daerah yang sudah diidentifikasi rawan kebakaran dan melakukan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat di daerah tersebut mengenai upaya-upaya pencegahan dan apa yang harus dilakukan saat kebakaran terjadi sehingga dapat membantu kerja-kerja petugas pemadam kebakaran.

Edukasi tentang bahaya instalasi listrik ilegal, penggunaan listrik yang aman, penggunaan kompor yang aman dan tindakan awal saat kebakaran terjadi seperti menghubungi petugas, tidak menumpuk barang-barang di jalan menuju lokasi kebakaran atau tidak berkerumun di sepanjang jalan menuju lokasi kebakaran adalah hal-hal yang harus ditanamkan kepada warga yang tinggal di daerah padat penduduk, bahkan dapat diintegrasikan dalam pelajaran di sekolah sehingga anak-anak di daerah rawan kebakaran akan memiliki kesadaran yang lebih mengenai pencegahan bahaya kebakaran dan apa yang harus dilakukan saat kebakaran terjadi.


Eddy Setiawan, Peneliti Institut Kewarganegaraan Indonesia

No comments:

Post a Comment